Adat Budaya Batak Memberi Makan Kepada Orang Tua Sebagai Tanda Penghormatan (Sulang Sulang)

Sejak dahulu kala “ritual adat Batak” telah melaksanakan hukum kelima yang  mengatakan “hormatilah orangtuamu” agar engkau “martua” atau mendapat kelimpahan  berkat yang banyak dalam kehidupan jasmani dan rohani dan panjang umur. Menghormati  orangtua melalui penyajian makanan “sipanganon” banyak cara,  

tetapi dalam tulisan ini hanya menguraikan Sulang-sulang: Pasahat Sipanganon na Tabo  dan Sulangsulang Hariapan serta Sipanganon ni natuatua (R.M. Simatupang).  

1. Sulang-sulang Hapunjungan  

 Sulangsulang atau Sipanganon na Tabo, ada kalanya disebut sebagai Sulangsulang  Hapunjungan yang berarti hanya orangtua laki-laki dan perempuan saja yang boleh  makan, abang adik orangtua tersebut walaupun duduk di kiri kanannya tidak  diperkenankan ikut makan sampai selesai orangtua itu makan disulangi atau disuapi  semua keturunannya. Prosesnya, anak tertua menerangkan suatu yang akan apa 

maksud dan tujuan penyajian makanan itu antara lain “agar orangtuanya sehat-sehat,  panjang umur dan mohon doa restu serta meminta pembagian harta warisan.  Kemudian. semua keturunan orangtua itu menyuapi mulai dari anak yang tertua dan  istrinya diikuti semua adik-adiknya dan cucu hela boru orangtua itu.  

2 Sulang-sulang Hariapan  

 Sulang-sulang Hariapan adalah sajian makanan untuk orangtua yang sudah  panjang umur, sudah uzur dan mungkin sudah sakit-sakitan dilakukan semua anak  keturunannya bersama semua unsur Dalihan na Tolu, Dongan Sabutuha. Boru dan  Hulahula serta dongan sahuta, diakhiri dengan acara margondang dan manortor.  Setelah anak tertua menerangkan apa maksud dan tujuan antara lain “agar orangtuanya  panjang urnur, sehat-sehat karena semua keturunanya masih membutuhkan  bimbingannya. agar semua keturooannya diberkati, diberi doa restu dan harta warisan”.  Setelah orangtua itu memenuhi permintaan keturunannya maka sejak saat itu dia tidak  boleh lagi aktif dalam semua acara adat. Boleh hadir tetapi tidak ada lagi hak dan  kewajiban. seperti memberi nasehat, petunjuk memberi tumpakpun tidak boleh.  Hutang piutang sudah menjadi tanggungan anak-anaknya sehingga kerjanya hanya  mendekatkan diri kepada penciptanya. Itulah sebabnya di beberapa “luat” atau daerah  di Tapanuli yang jauh dari daerah Toba tidak mau menerima sulangsulang Hariapan  karena merasa dia solah-olah “dikucilkan”  

Kesempatan pertama menyuapi diberikan kepada anak tertua dan istri diikuti adik adiknya, itonya dan semua cucu-cucunya, selanjutnya diberi kesempatan kepada unsur  Dalihan na Tolu dan dongan Sahuta dimulai horong atau kelompok Hulahula yang  tentu datang membawa dengke, boras sipir ni tondi dan ulos.  

 Hulahula tidak membawa sulang-sulang untuk menyuapi tetapi tetap membawa  “sipanganon” atau makanan dengke dengan doa “asa uli jala hiras rohana mandalani  ngoluna diportibion”. pengertiannya : agar indah dan ceria diakhir hidupnya di dunia  ini. Doa diberikan juga dari di raja parhata apa maksud dan tujuan penyajian makanan  itu antara lain “agar orangtuanya sehat-sehat, panjang umur dan mohon doa restu serta  meminta pembagian harta warisan. Kemudian, semua keturunan orangtua itu  menyuapi mulai dari anak yang tertua dan istrinya diikuti semua adik-adiknya dan cucu  hela boru orangtua itu.  

 Tidak ada pembagian jambar atau daging adat, tetapi ada pihak yang keberatan  dengan alasan bahwa orangtua itu telah banyak menerima jambar selama ini, dia harus  balas “sisoli-soli do uhum sidiapari gogo”, artinya seseorang yang telah menerima  rezeki dari adat bisa berupa uang, daging, bantuan dan lain-lain dia berkewajiban  melakukan hal yang sama atau membalasnya.  

 Setelah tudu-tudu ni sipanganon diserahkan kepada hula-hula, dengke atau ikan  adat dan ulos diserahkan hula-hula kepada borunya doa makanpun disampaikan tuan  rumah, makan bersama dimulai.  

 Pasituak na tonggi diberikan kepada hulahula dan tidak salah apabila diberi juga  kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam acara sulang sulang hariapan  tersebut. Bagian yang tidak terpisahkan dari acara itu adalah margondang dan  manortor.  

 Semua “horong” yang diundang”wajib” diberi kesempatan manortor sebagai  penghormatan dan tanda terima kasih atas partisipasinya. Kelompok boru maniuk dan 

men-sawer hulahulanya, hula-hula mengulosi borunya, teman semarga bisa saling  siuk, saling rangkul, saling marhujingjang atau jingkrak, gembira ria. Acara manortor  ini bisa lama namun tergantung dari kesepakatan dalam perencanaan atau tonggo raja,  pihak-pihak atau horong siapa yang akan manortor tentu harus diberitahukan jauh-jauh  hari agar dapat mempersiapkan diri. Setelah selesai margondang dan manortor acara  sulang sulang hariapan selesai, ditutup dengan doa.  

3 Sipanganon Natua-tua 

 Sulang-sulang adalah makanan nasi dan lauk yang disuapkan kepada seseorang  yang dihormati. Tetapi apabila orang yang dihormati itu sudah tua apalagi sudah sakit sakitan maka Pengertian “disulangi” atau disuapi, disamping penghormatan  

kemungkinan besar dia tidak kuat lagi mengangkat sendok yang berisi nasi.  Kondisi seperti itulah yang biasa melatar belakangi kenapa Sulang-sulang na Tabo atau  Sulang-sulang Hariapan dan Sulang-sulang Hapunjungan diberikan anak-anaknya  kepada orangtuanya.  

Lain halnya dengan “Sipanganon ni NATUATUA”, dimana kondisi orang- tua masih  segar-bugar dimana satu keluarga atau semua anak-anaknya memberi sipanganon  dengan berbagai “alasan”, seperti sudah lama tidak ketemu, mau pergi merantau dan  lain-lain maka orangtuanya diberi sipanganon sekaligus meminta doa restu dan doa  agar orang tuanya sehat selalu.  

 Tidak perlu disuapi, adik abang orangtuanya ikut duduk dan makan disamping  orang tuanya. Setiap saat, acara adat seperti ini dapat dilakukan apabila ada kesempatan  dan menurut penulis acara seperti ini perlu dipelihara sebagai pengikat rasa  kekeluargaan rasa hormat, bisa sa-marga, sa-ompu.  

 Untuk diketahui biasanya dalam acara Sulang-sulang Hariapan terutama dalam  Sulang-sulang na Tabo pihak hula-hula selalu memberi nasehat kepada semua berenya  agar mereka berbuat yang terbaik terus menerus kepada orangtuanya dan jangan seperti  ungkapan “Jagar songon Sipaudang”. Sipaudang adalah jenis ikan yang sangat jelek  penampilan dan warnanya tetapi sesudah mati atau dimasak sangat indah warnanya  seperti warna pelangi. Maka pengertian ungkapan di atas adalah: sesudah orangtuanya  meninggal, penghormatan kepada orang tuanya dibuat sangat meriah potong kerbau  besar, margondang, diperintahkan semua kedai kopi dan pedagang makanan di pinggir  jalan, kacang, jagung, lampet diberikan gratis kepada semua tamu-pengunjung padahal  sewaktu hidup orangtua itu tidak ada yang memperhatikan, beli obatnyapun tidak ada.  Untuk dicamnkan: walaupun tidak pernah diucapkannya didalam hatinya yang  terdalam terpatri lagu pop Batak yang mengatakan : Hamu anangkonhu, Tampuk ni  pusu-pusuhi dang marlapatan marende margondang marembas hamu molo dung mate  ahu. Uju dingolungkon manian tupa ma bahen angka na denggan Asa tarida sasude  holong ni rohami marnatua-tua i. Pengertiannya: diserukan kepada semua anak anaknya agar berbuat yang terbaik selagi dia masih hidup. Tidak ada artinya bagi dia  menyelenggarakan pesta adat besar-besaran, meriah apabila dia sudah meninggal  dengan kata lain pesta meriah itu dinikmati orang lain, bukan saya orangtuamu. 

0 Komentar

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama