Adat Budaya Batak Acara Meninggal Dunia (Ulaon Na Monding)

Adat Budaya Batak, Orang Batak tidak mengenal kasta, semua anak ni raja dan boru ni raja dengan dasar,  mengetahui dan melaksankan adat lelulur Habatahon. Filosofi hidup orang Batak dalam 

3 aspek, yaitu : Hagabeon, banyak keturunan dan bertingkat anak, cucu, nini, nono , onto onto atau cucu dari cucu. Hamoraon, kekayaan, kemakmuran, dan Hasangapon,  kehormatan dan martabat mulia.  

Menurut R.M Simatupang Drs bahwa tingkat adat yang diselenggarakan pada waktu  pemberangkatan orang meninggal ke liang kubur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :  

1. Meninggal Saur Mauli Bulung, tingkat kematian yang paling tinggi dalam adat Batak,  Adakalahnya disebut meninggal Martua Dolog. Semua anaknya sudah menikah dan  punya kerurunan, punya cucu, nini, dan nono. Tidak ada dari keturunannya mengalami  musibah selama tiga tahun terakhir.  

Dahulu paling sedikitnya tujuh hari digondangi dan ditortori, tidak boleh langsung  dikubur. Olah atau boan na, gajah toba sisapang na ualu untuk kakek dan horbo  sitingko tanduk untuk nenek . Pembagian daging adat harus dipakai anjungan yang  disebut pansa, tidak dibuang bulunya dan gondang sabangunan atau maung-maung  saribu raja ditabuh untuk mengiringi Gondang Sahala Raja.  

2. Maninggal Maulibulung, hampir sama dengan Saur Mauli bulung, semua anaknya  sudah menikah dan berketurunan, punya cucu dan nini serta nono. Baon atau olah atau  hewan adat yang disembelih adalah gajah toba sitingko tanduk, pakai anjungan atau  pansa, margondang semua unsur daliahan na tolu paopoat sihal-sihal diundang.  Kebesaran adatnya tergantung dari “kondisi ekonomi” keturunannya, tidak ada  “kesedihan” lagi. 

3. Meninggal Saur Matua, walaupun meninggal saur matua ini padanya sudah  dikategorikan “adat nagok” atau adat yang sudah lengkap atau sempurna, margondang,  sembelih kerbau, manortor gembira ria, tidak ada lagi yang “bersedih” semua anak  laki-laki dan perempuan sudah menikah dan mempunyai keturunan. Ulos saput masih  ada tetapi ulos tujung tidak ada lagi sebab yang ditinggal suami atau istri sudah  mendapat ulos sampe tua.  

4. Meninggal Sarimatua, sebutan kepada suami atau istri yang meninggal di mana anak  laki-laki atau peempuan sudah banyak yang menikah dan mempunyai keturunan  keculai ada seorang lagi yang belum kawin yang selalu mengganggu pikirannya  sebelum meninggal atau disarihon dalam bahasa Batak. Kalau anaknya sudah dewasa  dan sudah bekerja, tidak perlu dibantu lagi malah sudah membantu, biasanya tingkat  kematian Sarimatua bisa ditingkatkan menjadi Saurmatua, yang tinggal akan mendapat  ulos sampetua. Apabila suatu waktu anaknya dapat jodoh atau kawin, maka  orangtunya akan mendapat ulos pansamot. Padahal ulos sampetua jauh lebih tinggi  statusnya atau kedudukanya dari ulos pansamot. “Pelanggaran adat” terjadi namun  atas kesepakatan atau dos ni roha dalam tonggo raja dapat diterima seperti dalam  ungkapan “opat pat ni horbo masijolo-joloan patna parjolo diihutton patna parpudi,  laos ido tu dengganna”. Terjemahan bebasnya: empat kaki kerbau kelihatannya saling  mendahului, kaki depannya selalu diikuti kaki belakangnya, itulah yang membuat  kerbau itu dapat berjalan. Boan atau hewan yang disembeli biasanya lombu sitio, ada  pembagian daging adat, ada ulos holong kepada keturunannya. Adakalanya  pemberian ulos sampetua seperti pemberian ulos tujung, di atas kepala dahulu tetapi 

pada saat itu juga diturunkan ke bawah, dipundak, sehingga namanya menjadi ulos  sampetua.  

5. Mate Hatungganeon, adalah sebutan untuk seseorang yang meninggal sudah panjang  umur, anak-anaknya sudah dewasa malah sudah ada yang bekerja dengan posisi yang  baik tetapi belum ada yang menikah, dengan sendirinya belum ada cucu. Meninggal  Hatungganeon inilah sangat pelik dan rawan pelanggaran adat. Waktu tonggo raja,  hasuhuton meminta kepada hula-hula atau tulangnya agar dapat pemberangkatannya  ke liang kubur adalah “sarimatua” karena yang meninggal adalah anak sibulang 

bulang, ketua marga, banyak jasa pada marganya dan lain-lain kata puja-puji sehingga  boan-nya diminta lombu sitio. Ada ulos saput, ada ulos tujung, ada ulos holong kepada  keturunannya dan ada pembagian jambar. Pihak hula-hula dan tulang berunding dan  memberi jawaban yang bijaksana sebagai berikut ”menurut adat hanya ‘partangiangan’  yang dapat dilakukan”, tetapi atas putusan timbangan raja dari kelompok hula-hula,  kami menyetujui adat ‘sarimatua’ dengan boan atau hewan yang disembelih lombu  sitio”.  

Semua pihak mengetahui bawah persetujuan itu melanggar aturan adat, tetapi disetujui  sebab putusan timbang raja dalam hal-hal tertentu dapat melewati atau berada di atas  semua aturan adat, sama seperti fatwa dalam hukum.  

6. Mate Mangkar sebutan kepada seseorangyang meninggal tetapi anak-anaknya masih  kecil-kecil. Apabila si istri yang meninggal disebut matompas tataring perapian tempat  memasak ambruk), sebaliknya apabila si suami yang meninggal disebut matipul ulu  (patah kepala) dan anak-anaknya disebut na sapsap mardum (belum bisa mengurus diri  sendiri). Ada ulos saput dari pamannya apabila suami yang meninggal; atau ada ulos  tujung dari hula-hula apabila istri yang meninggal (berdasarkan kesepatan  tongoraja/pangarapotan). Karena itu ada acara membuka tujung setelah kembali dari  kuburan. Hulahula membawa dengke sitio-tio, boras sipir ni tondi, air putih untuk  mengusap air mata yang ditinggal. Untuk lauk-pauk bisa saja seekor babi disembelih  tetapi namargoarna atau daging adat tidak dihadapkan kepada hula-hula yang  membuka tujung, biasanya diputar atau dihaliangkon dengan pengertian makanan itu  hanyalah lauk bersama dan tingkat adatnya disebut partangiangan. Di beberapa daerah  ada yang memberikan piso kepada hula-hulanya dengan alasan, mereka telah memberi  ulos saput atau ulos tujung, namun di daerah yang lain tidak memberi piso itu dengan  alasan “pembiayaan” untuk anak-anak yang masih kecil itu masih banyak nanti.  

7. Mate Diparalang-alangan adalah sebutan untuk seseorang yang meninggal sudah  berumah tangga, tetapi belum mempunyai keturunan baik laki-laki maupun  perempuan. Apabila tidak mempunyai anak laki-laki sebagai penerus silsilah atau  tarombo dan tidak mempunyai anak perempuan juga disebut mate purpur yang berarti  terbang dan menghilang dan di belakang namanya di dalam tarombo di beri tanda salib.  Apabila seseorang itu meninggal tetapi mempunyai anak perempuan saja disebut mate  panu, tidak ada penerus dalam silsilah di belakang namanya. Beda mate purpur dengan  mate panu adalah dalam harta warisan. Anak perempuan dapat mewarisi harta  orangtuanya, tetapi dalam mate purpur warisan berupa sawah atau kebun kembali  kepada keluarga besarnya tano ni Ompu. Adatnya, partangiangan jagal rombengan dari 

pasar, masih ada ulos saput dan ulos tujung yang diberikan kepada pasangan yang  ditinggal.  

8. Mate Ponggol atau Mate Matipul, sebutan kepada seseorang yang sudah dewasa-siap  menikah, baik doli-doli maupun namarbaju, sangat menyedihkan. Selalu diupayakan  agar dikubur cepat-cepat agar kesedihan itu segera berlalu dari orangtuanya. Ulos  penutup peti matinya diberikan pamannya atau tulangnya dan dinamakan ulos  parsirangan atau perpisahan, bukan ulos saput. Meninggal sudah doli-doli atau  namarbaju disebut juga mate bulung atau daun pohon rontok yang seyogyanya tumbuh  segar. Boleh saja ada partangiangan keluarga dekat.  

9. Mate Dakdanak, sebutan untuk orang meninggal katakanlah untuk anak-anak sampai  mendekati umur remaja, maka disebut juga mate bulung. Mayatnya disaputi tulangnya.  Banyak orang melayat diberi makan juga tetapi lauk pauk atau daging dari pasar saja.  Bisa ada partangiangan keluarga untuk penghiburan sekaligus berdoa kepada Tuhan  agar kejadian yang menyedihkan itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.  

10. Mate Poso-poso, sebutan untuk orang meninggal berumur sekitar satu atau dua tahun.  Mayatnya sudah ditutupi orangtuanya dengan parompa-nya atau kain  penggendongnya sendiri atau kain sitolutuho sebagai saputnya. Bisa dapat sakramen  baptisan kudus dari gereja apabila tadinya belum dibaptis.  

11. Mate di Bortian, sebutan kepada “seseorang” yang meninggal masih dalam  kandungan, keguguran. Tidak ada acara adat dan tidak ada acara-acara gereja,  dikubur tanpa peti mati di samping atau di belakang rumah sendiri dan hanya  dibungkus dengan selembar kain saja. 

12. Mate Sumaiin. sebutan kepada seorang ibu yang meninggal waktu melahirkan.  Kematian ini sangat menakutkan dalam budaya Batak dan melahirkan banyak cerita  yang menakutkan terutama ibu-ibu yang sedang hamil tua. Semua lubang-lubang di  rumahnya harus ditutup rapat-rapat agar “begunya” tidak dapat mengintip. Karena  itu, apabila seorang ibu mate sumaiin, kaki dan tangannya diikat agar dia atau  begunya atau setannya tidak bisa datang kembali ke kampung, matanya dipenuhi abu  agar tidak dapat melihat jalan kembali ke kampung mengganggu orang hamil.  Sesudah meninggal. harus segera dikubur dengan cara membuang mayatnya ke  jurang yang dalam, walaupun sudah larut malam. Tidak ada acara adat, seperti  pemberian ulos saput. tidak ada ulos tujung kepada suami yang ditinggal. tidak ada  boan dan acara adat lainnya walaupun dia telah banyak keturunan. Tulang belulangnya tidak akan pernah dimasukkan dalam tambak atau batu na pir atau  kuburan keluarga. Seram. kejam namun sekarang ini adat seperti itu sudah  ditinggalkan.  

 Apabila terjadi suatu kematian khususnya bagi mereka yang sudah berumah tangga  atau sudah tua, suatu keharusan sebelum acara pemakaman diadakan upacara adat  dengan melibatkan dalihan na tolu.  

 Sada unsur adat do di halak Batak molo adong na monding ingkon patupaon do acara 

mandok hata andorang so dipatuat dope tu udean. Tujuan ni na mandok hata on ima na  laho mangalehon hata togar-togar tu keluarga ni na monding (namarsitaonon) i. Laos di  tingki acara on do suhut/paidua ni suhut mangido tangiang/pasu-pasu jala mandok  mauliate tu angka tutur na ro patuduhon na dohot do nasida marhabot ni roha.  

Biasa angka piga-piga punguan adong di pasahat bantuan berupa hepeng dibagasan  amplop berdasaron Anggaran Dasar dohot Anggaran Ruma Tangga ni Punguan i.   Adong dua cara mandok hata di namonding ima mandok hata na dipatupa di JABU  dohot di ALAMAN.  

Mandok hata di partuat ni namonding DIPATUPA DI JABU Molo dakdanak, dolidoli,  anak boru dohot natunggane na so sarimatua manang saurmatua dope  Adong dua bentuk mandok acara di jabu ima:  

Molo na monding i na so natunggane dope (dang berkeluarga dope) songon on ma udut udutanni na mandok hata:  

1. Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton  

2. Manjaha riwayat hidup  

3. Mandok hata dongan tubu  

4. Mandok hata boru/bere  

5. Mandok hata dongan sahuta/aleale  

6. Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)  

7. Mandok hata pengurus parsadaan  

8. Mandok hata tulang  

9. Mangampu suhut  

10. Dipasahat ma tu huria (acara huria)  

Diboan ma tu udean.  

Molo na monding i nunga natunggane alai dang sarimatua manang saurmatua dope,  songon on ma udutudutanna:  

Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton  

1. Manjaha riwayat hidup  

2. Mandok hata dongan tubu  

3. Mandok hata boru/bere  

4. Mandok hata dongan sahuta/ale-ale  

5. Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)  

6. Mandok hata pengurus parsadaan  

7. Mandok hata tulang rorobot  

8. Mandok hata tulang  

9. Mandok hata hula-hula ni na marhaha-maranggi  

10. Mandok hata hula-hula  

11. Mangampu suhut  

12. Dipasahat ma tu huria (acara huria)  

Diboan ma tu udean  

Mandok hata di partuat ni namonding DIPATUPA DI ALAMAN Molo dung sarimatua,  saurmatua manang maulibulung.  

Catatan : ala ni keadaan di kota na so maralaman na bidang, ulaon dialaman do goarna  nang pe dipatupa di bagas jabu alai jolo dialap hata ma.  

Molo na monding i nunga sarimatua, songonon ma udut-udutan ni na mandok hata:  1. Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton 

2. Manjaha riwayat hidup  

3. Mandok hata dongan tubu  

4.Mandok hata boru/bere  

5. Mandok hata dongan sahuta/aleale  

6. Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)  

7.Mandok hata pengurus parsadaan  

8.Mandok hata bona tulang  

9. Mandok hata tulang rorobot  

10. Mandok hata tulang  

11.Mandok hata hula-hula ni anak manjae  

12. Mandok hata hulahula ni na marhaha maranggi  

13.Mandok hata hulahula  

14. Mangampu suhut  

15. Dipasahat ma tu huria (acara huria)  

Diboan ma tu udean.  

Molo na monding i nunga saurmatua, songon on ma udut-udutan ni na mandok hata:  1. Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton  

2. Manjaha riwayat hidup  

3. Mandok hata dongan tubu  

4. Mandok hata boru/bere  

5. Mandok hata dongan sahuta/ale-ale  

6. Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)  

7. Mandok hata pengurus parsadaan  

8. Mandok hata bonaniari  

9. Mandok hata bona tulang  

10. Mandok hata tulang rorobot  

11. Mandok hata tulang  

12. Mandok hata hula-hula ni anak manjae  

13. Mandok hata hula-hula ni na marhaha-maranggi  

14. Mandok hata hula-hula  

15. Mangampu suhut  

16. Dipasahat ma tu pangula ni huria (acara huria)  

Diboan ma tu udean  

Molo na monding i nunga maulibulung, udutudutan ni na mandok hata sarupa do tu  nasaurmatua. Tingkat partimbo partuturon di halak Batak ima bonaniari.  Saurmatua lapatan na: Sude ianakhon na nunga hot ripe huhut adong pahompu  Maulibulung lapatan na: Sude ianakhon na nunga hot ripe jala nunga marnini marnono  sahat tu na marondoh-ondoh.  

0 تعليقات

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

إرسال تعليق

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

Post a Comment (0)

أحدث أقدم