RINGKASAN PEADADOGIK

  PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POTENSI PESERTA DIDIK,

Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.

1. Metode dalam psikologi perkembangan
Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional
Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama untuk mendapat hasil yang sempurnametode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka. Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan perkembangan.

2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan
Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek, termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata, 2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh /global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi, dsb.




3. Teori perkembangan
Ada berbagai teori perkembangan.

a.Jean Jacques Rousseau
Menurut Rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu,
1) Masa bayi infancy (0-2 tahun) Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun  adalah masa perkembangan fisik. Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan aspek lain.
2) Masa anak / childhood (2-12 tahun) disebut masa perkembangan sebagai manusia primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara, berpikir, intelektual, moral, dll.
3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun), disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut masa bertualang.
4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun) Usia 15-25 tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga disebut masa hidup sebagai manusia beradab.

b. Stanley Hall
Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:
1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun), Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan.
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun) disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya.
3) Masa puber / youth 8-12 tahun)
Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebagai makhluk yang belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yang berkaitan dengan social, emosi, moral, intelektual.
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa), Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.



c. Robert J. Havigurst
Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang menggabungkan antara dorongan tumbuh / berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase., yaitu:
1) Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)
2) Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)
3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)
4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas_)
5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)

d. Jean Piaget
Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988). Teori-teorinya dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat tahap, yaitu:
1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.
2) Tahap praoperasional (2-4 tahun)
Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.
3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)
Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun)
Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.



e. Lawrence Kohlberg
Mengacu kepada teori perkembangan Piaget yang berfokus pada perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.
Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

1) Preconventional moral reasoning
a) Obidience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan.
b) Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan keinginannya sendiri dan (kadang-kadang) juga orang lain.

2) Conventional moral reasoning

a) Good boy orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Anak patuh pada karakter tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik, menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang lain.
b) Authority and social order maintenance orientation
Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system.

3) Post conventional moral reasoning
a) Contranctual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat.
b) Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum legal harus dipisahkan dari aturan moral

f. Erick Homburger Erickson
Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu.



TEORI-TEORI BELAJAR

Teori belajar behavioristik
Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.

a. Teori Belajar dari Thorndike
Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut: Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response), Hukum sikap (law of attitude), Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element), Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy), Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.
2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulus-respons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apa-apa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

b. Teori Belajar Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Terkait dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi feed back terhadap hasil pekerjaannya.



c. Teori Belajar Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sangsi (hukuman edukatif).

d. Teori belajar Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu:
1) Reciprocal determinism
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan.
2) Beyond reinforcement
reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya.
3) Self-regulation/cognition,
Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.

2. Teori belajar Vygotsky
Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu).
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Proses pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky
• Tahap perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri menyudahi konflik kognitif yang dialaminya.
• Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua.
• Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial.

3. Teori Belajar Van Hiele
Penelitian yang dilakukan van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.



4. Teori Belajar Ausubel
Teori belajar Ausubel terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. kaitan antar kedua dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: Pengaturan Awal (advance organizer), Diferensiasi Progresif, Belajar Superordinat, Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif).

Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman (1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan.

Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan pengaturan awal.

Sedangkan fase pelaksanaan dalam pembelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif.

5. Teori Belajar Bruner
Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni:

(1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat.

(2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner (1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seorang untuk mncapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.

(3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta

(4) motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang motivasi itu.

3) MODEL MODEL PEMBELAJARAN
Berikut ini akan diuraikan beberapa desain pembelajaran yang selaras dengan prinsip pembelajaran menggunakan kurikulum 2013.
a. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik Dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014 dinyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau mengasosiasi (associating), dan mengomunikasikan (communicating)

b. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran konvensional yang jarang menggunakan masalah nyata atau menggunakan masalah nyata hanya di tahap akhir pembelajaran sebagai penerapan dari pengetahuan yang telah dipelajari.




c. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.

d. Pembelajaran Inquiry/Discovery
Dalam Permendikbud No.22 tahun 2016 dikatakan pembelajaran inquiry disebut bersama dengan discovery. Dalam Webster’s Collegiate Dictionary inquiry didefinisikan sebagai “bertanya tentang” atau “mencari informasi”. Discovery disebut sebagai “tindakan menemukan”. Jadi, pembelajaran ini memiliki dua proses utama. Pertama, melibatkan siswa dalam mengajukan atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan (to inquire), dan kedua, siswa menyingkap, menemukan (to discover) jawaban atas pertanyaan mereka melalui serangkaian kegiatan penyelidikan dan kegiatan-kegiatan sejenis (Sutman, et.al., 2008:x).

4) MEDIA PEMBELAJARAN
Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9). Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006: 308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi atau pengetahuan.

Macam Media Pembelajaran
Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan nonaudio.
Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia.
Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21).
Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang, musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya.
Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam poster, papan tulis, buku, dan sebagainya.
Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film dan animasi.

Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan dengan tangan oleh siswa. Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru, siswa yang lain, atau orang lain.
Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media menjadi dua bagian yaitu:
•pembawa informasi (ilmu pengetahuan)
•alat untuk menanamkan konsep
Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka, mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat atau model bangun ruang tabung.

Fungsi Media
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan metode mengajar akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai.

Dalam pemilihan media Gagne, dkk (1988) menyarankan perlunya mempertimbangkan
hal-hal berikut.




a) Variabel Tugas
Dalam pemilihan media, guru harus menentukan jenis kemampuan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil pembelajaran. Disarankan untuk menentukan jenis stimulus yang diinginkan sebelum melakuakan pemilihan media.

b) Variabel Siswa
Karakteristik siswa perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media, walaupun belum ada
kesepakatan karakteristik mana yang penting. Namun guru menyadari bahwa setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda.

c) Lingkungan Belajar
Pertimbangan ini lebih bersifat administratif. Berbagai hal yang termasuk di dalamnya
adalah: besarnya biaya, ukuran ruang kelas, ketersediaan perlengkapan penunjang, dan kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran

d) Lingkungan Pengembangan
Jelas akan menjadi sia-sia untuk merencanakan penyajian yang baik apabila sumber-sumber seperti ketersediaan waktu dan pengembangan personel tidak mendukung untuk kegiatan tersebut.

e) Ekonomi dan Budaya
Dalam pemilihan media harus mempertimbangkan apakah media tersebut dapat diterima oleh si pemakai dan sesuai dengan sumber dana dan peralatan yang tersedia

f) Faktor-Faktor Praktis
Hal-hal yang termasuk dalam faktor praktis antara lain: besarnya siswa dalam satu ruangan, jarak antara penglihatan dan pendengaran pengguna media, seberapa mudah media mampu mempengaruhi respon siswa, pengalaman guru dalam menggunakan media, dll

Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media adalah:
a. Tujuan yang ingin dicapai.
Media dipilih berdasarkan tujuan pembelajarn yang telah ditetapkan yang secara umum
mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah koqnitif, afektif, psikomotorik.

5) EVALUASI HASIL BELAJAR.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilakukan secara berkesinambungan.

Sumber : Modul Pra PLPG 2017

0 Komentar

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan sopan. Trimakasi

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama